Jokowi Klarifikasi Pernyataan "Ditinggal Ramai-Ramai", Soroti Kebutuhan Kegotong-Royongan


Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengklarifikasi pernyataannya mengenai adanya pihak yang "meninggalkannya ramai-ramai" menjelang akhir masa jabatannya. Klarifikasi ini disampaikan oleh Jokowi usai meresmikan Bendungan Leuwikeris di Kabupaten Tasikmalaya pada Kamis, 29 Agustus 2024.

Dalam pernyataannya, Jokowi menegaskan bahwa maksud dari pernyataannya adalah untuk menekankan pentingnya kegotong-royongan. "Jangan kalau pas ada senang rame-rame, tapi begitu ada banyak masalah, tidak rame-rame lagi. Semuanya mestinya gotong-royong, diselesaikan bersama-sama, dicarikan solusinya bersama-sama," kata Jokowi, seperti dikutip dari audio yang diterima Tempo.

Pernyataan tersebut sebelumnya diungkapkan Jokowi pada Kongres III Partai Nasdem, Ahad, 25 Agustus 2024, di mana ia mengisyaratkan adanya kelompok yang meninggalkannya menjelang akhir jabatannya, padahal mereka biasanya datang dengan dukungan ramai-ramai. Jokowi menekankan bahwa ia yakin Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan partainya akan tetap setia mendukung hingga akhir masa jabatannya.

"Biasanya datang itu ramai-ramai, terakhir begitu mau pergi, ditinggal ramai-ramai. Tapi saya yakin itu tidak dengan Bapak Surya Paloh, tidak dengan Bang Surya, dan tidak juga dengan NasDem," ujar Jokowi.

Dalam kesempatan yang sama, Jokowi juga mengungkapkan rasa terima kasihnya terhadap Partai NasDem yang telah memberikan dukungan penuh selama 10 tahun masa kepemimpinannya. Meskipun pada 2024, Partai NasDem memilih mendukung Anies Baswedan yang mengusung tema perubahan, Jokowi tetap menghargai kontribusi mereka selama ini.

Para pengamat politik menilai bahwa pernyataan Presiden Jokowi tentang adanya pihak yang meninggalkannya merupakan hal yang biasa terjadi dalam dinamika politik, terutama menjelang akhir masa jabatan seorang presiden.

Dosen Ilmu Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menganggap bahwa partai-partai politik biasanya akan lebih memprioritaskan kepentingan masing-masing dan beralih mendukung calon presiden terpilih berikutnya, dalam hal ini Prabowo Subianto. "Jokowi harus ikhlas kekuasaan ada batasan," ungkap Ujang melalui pesan singkat pada Selasa, 27 Agustus 2024. Ia juga menduga bahwa pernyataan Jokowi mungkin dipicu oleh kegagalan revisi Undang-Undang Pilkada yang bisa mempengaruhi peluang putra Jokowi, Kaesang Pangarep, dalam pemilihan kepala daerah.

Kecenderungan Ditinggalkan oleh Partai

Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, mengakui adanya kecenderungan bahwa beberapa pihak mungkin meninggalkan Presiden Jokowi menjelang akhir masa jabatannya. Namun, ia menegaskan bahwa pihak yang dimaksud bukanlah ketua umum partai politik.

"Ya ada kecenderungannya begitu (ditinggal ramai-ramai)," kata Budi Arie saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa, 27 Agustus 2024. "Dukungan Parpol solid. Walau pun tanya aja ke partai."

Budi Arie menambahkan bahwa Jokowi mengapresiasi semua partai pendukung yang telah mendukungnya hingga 20 Oktober. Ia juga percaya bahwa para politik elit mengutamakan kerjasama dan gotong royong.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menegaskan bahwa partainya tetap setia kepada Jokowi. "Janji dan kesetiaan itu kehormatan, PAN akan selalu jaga," kata Zulkifli Hasan melalui pesan singkat kepada Tempo pada Selasa, 27 Agustus 2024.

Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga menyatakan bahwa Partai Gerindra akan terus mendukung Jokowi hingga akhir masa jabatannya. "Tentunya kita akan membersamai sampai pemerintahan (Pak Jokowi) berakhir," ujar Dasco pada Selasa, 27 Agustus melalui pesan suara kepada Tempo.

Pada periode kedua kepemimpinan Jokowi, dukungan politik datang dari berbagai partai seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), serta Partai Demokrat juga bergabung dalam mendukung pemerintah Jokowi. Saat ini, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang tersisa sebagai partai non-pemerintah.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan bahwa memang kekuasaan memiliki batas. Menurutnya, partai politik saat ini lebih fokus pada kepentingan dan pengembangan diri mereka sendiri. Namun, jika Jokowi memiliki hubungan baik dengan partai pendukungnya, seharusnya ia tidak perlu merasa ditinggalkan. "Kecuali, hubungan Jokowi dan partai pendukungnya tak baik-baik saja, maka setelah tidak jadi presiden, Jokowi pasti ditinggal," kata Adi.

Dalam suasana politik yang dinamis menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo tampaknya ingin menegaskan pentingnya persatuan dan gotong royong sebagai solusi untuk menghadapi tantangan yang ada. Dengan harapan bahwa para pendukungnya tetap bersama hingga akhir, Jokowi berharap agar semangat kebersamaan tetap terjaga dalam setiap aspek kehidupan berpolitik di Indonesia.